Monday, May 4, 2015

Makalah Metodologi Studi Islam Tentang Islam Dan Kebudayaan



Islam dan Kebudayaan
Pada bagian ini kita akan membicarakan tentang Islam dan Kebudayaan.  Hal ini penting diketahui agar kita dapat menjawab pertanyaan atau persoalan Islam dan Kebudayaan. Di antara pertanyaan adalah apakah Islam itu kebudayaan ?  pertanyaan ini penting dikaji agar kita dapat memahami Islam secara lebih komprehensif.  Di samping itu, kita pun akan mencoba mengungkapkan hubungan antara Islam dan kebudayaan.
Pada bagian ini,  pemakalah akan mencoba menelusuri metode memahami Islam yang dapat dijumpai dari berbagai literatul ke-Islaman.  Dalam buku berjudul Tentang Sosiologi Islam, karya Ali Syari’ati, dijumpai uraian singkat mengenai metode memahami yang pada intinya Islam harus dilihat dari berbagai dimensi.
Dapat diketahui bahwa Islam sebagai agama yang memiliki banyak dimensi yaitu mulai dari dimensi keimanan, akal pikiran, ekonomi, politik, ilmu pemgetahuan dan teknologi, lingkungan hidup, sejarah, perdamaian sampai pada kehidupan rumah tangga, dan masih banyak lagi.
Kehadiran agama Islam yang dibawa Nabi Muhammad SAW. Diyakini dapat menjamin terwujudnya kehidupan manusia yang sejahtera lahir dan batin. Didalamnya terdapat berbagai petunjuk tentang bagaimana seharusnya manusia itu menyikapi hidup dan kehidupan ini secara lebih bermakna dalam ati yang seluas-luasnya.
Kebudayaan: Pengertian, unsur, dan fungsi
Dalam litaratur antorpologi  terdapat tiga istilah yang boleh jadi semakna dengan kebudayaan, yaitu culture, civilization dan kebudayaan. Team kultur berasal dari bahassa Latin, yaitu dari kata Cultura (kaya kejanya colo, colere). Arti kultur adalah memelihara, mengerjakan, mengelolah (S. Takdir Alisyahbana, 1986:205). Soerjono Soekanto (1993:188) mengungkapkan hal yang sama. Namun, ia menjelaskan lebih jauh bahwa yang dimaksud dengan mengelolah atau mengerjakan sebagai arti kultur adalah mengolah tanah atau bertani.  Atas dasar arti yang dikandungnya, kebudayaan kemudiian dimaknai sebagai segala daya dan kegiatan manusia untuk mengolah dan mengubah Islam.
Istilah kedua yang semakna atau hamper sama dengan kebudayaan adalah sivilisasi.  Sivilisasi (civilization) berasal dari kata Latin, yaitu civis.  Arti kata civis adalah warga Negara (civita=Negara kota, dan civilitas= kewarganegaraan).  Oleh karena itu, S. Takdir Alisyahbana (1986:206) menjelaskan bahwa sivilisasi berhubungan dengan kota yang lebih progresif dan lebih halus.  Dalam bahasa Indonesia, peradaban dianggap sepadan dengan kata civilization.
Berikut beberapa pengertian kebudayaan menurut S. Takdir Alisyahbana (1986: 207-8)
1.      Kebudayaan adalah suatu keseluruhan yang komplek yang terjadi dari unsur-unsur yang berbeda-beda seperti pengetahuan, kepercayaan, seni, hokum, moral, adat istiadat dan segala kecakapan yang diperoleh manusia sebagai anggota masyarakat.
2.      Kebudayaan adalah warisan social atau tradisi.
3.      Kebudayaan adalah cara, aturan dan jalan hidup manusia.
4.      Kebudayaan adalah penyesuaian manusia terhadap alam sekitarnya dan cara-cara menyelesaikan persoalan
5.      Kebudayaan adalah hasil pergaulan atau perkumpulan manusia.
Parsudi Suparlan (A.W. Widjaya (ed.), 1986:65-6) menjelaskan bahwa kebudayaan adalah serangkaian aturan-aturan, petunjuk-petunjuk, resep-resep, rencana-rencana dan strategi-strategi yang terdiri atas serangkaian model-model kognitif yang dimiliki manusia, dan yang digunakannya secara selektif dalam menghadapi lingkungannya sebagaimana terwujud dalam tingkah laku dan tinndakan-tindakannya.
Pengertian kebudayaan tersebut hampir sama dengan pengertian kebudayaan yang dijelaskan oleh Taylor yang banyak dikritik oleh peneliti lain karena kecenderungan integralistikya dalam mendefinisikan budaya (Effat al-Sharqawi, 1986: 1).  Tampaknya, pengertian kebudayaan yang cenderung integralistik itu juga diterima oleh beberapa ahli di Indonesia.  Salah satu buktinya adalah defiisi kebudayaan yang dikemukakan oleh Selo Soemardjan dan Soelaiman Soemardi (1964: 113). Mereka menjelaskan bahwa kebudayaan adalah semua hasil karya, rasa dan cipta masyarakat.  Karya masyrakat menghasilkan teknologi dan kebudayaan kebendaan (material cultur) yang diperlukan oleh manusia untuk menguasai alam sekitarnya, agar kekuatan serta hasilnya dapat diabdikan untuk keperluan masyarakat.  Dengan demikian, kebudayaan pada dasarnya adalah hasil karya, rasa, dan cita-cita manusia.
Soerjono Soekanto, (1993: 190) menjelaskan bahwa pendapat diatas mengenai kebudayaan dapat dijadikan sebagai pegangan.  Selanjutnya, ia menganalisis bahwa manusia sebenarnya mempunyai dua segi sisi kehidupan: sisi material dan sisi spiritual.  Sisi material mengandung karya, yaitu kemampuan manusia untuk mengahasilkan benda-benda atau yang lainnya yag berwujud materi.  Sisi spiritual manusia mengandung cipta yang menghasilkan ilmu pengetahuan, karsa yang menghasilkan kaidah kepercayaan, kesusilaan, kesopanan, hukum, serta rasa yang menghasilkn keindahan. Manusia berusaha mendapatkan ilmu pengetahuan melalui logika, menyerasikan perilaku terhadap kaidah melalui etika, dan mendapat keindahan melalui estetika.  Itu semua merupakan kebudayaan yang menurut Soerjono Soekanto dapat dijadikan sebagai patokan analisis.
Masih dalam Soejono Soekanto, kebudayaan yang dijelaskan dimiliki oleh setiap masyarakat.  Perbedaannya terletak pada kemajuan dan kesempurnaan: kebudayaan masyarakat yang satu lebih maju atau lebih sempurna daripada kebudayaan masyarakat yang lain,dalam perkembangannya untuk memenuhi segala keperluan masyarakatnya.  Biasanya, kebudayaan masyarakat yang telah mencapai taraf perkembangan, taraf teknologi yang lebih tinggi disebut peradaban (civilization) (Soerjono Soekanto, 1993: 190).
Berbeda dengan penjelasan diatas, ‘Effat al-Sharqawi (1986:4-5), dengan mengutip sosiolog aliran Jerman, mengatakan bahwa kebudayaan adalah bentuk ungkapan tentang semgat mendalam suatu massyarakat. Sedangkan manivestasi-manivestasi kemajuan mekanis dan teknologi lebih berkaitan dengan peradaban. Oleh karena itu, sebagian peneliti Jerman cenderung berpendapat bahwa kebudayaan adalah apa yang kita rindukan (ideal), sedangkan peradaban adalah apa yang kita pergunakan atau real.  Dengan kata lain jelas kebudayaan terefleksi dalam seni, sastra, religi, dan moral; sedangkan peradaban terefleksi dalam politik, ekonomi dan teknologi.
Untuk kepentingan analisis, Soerjono Soekanto (1993:190) membagi kebudayaan dari berbagai segi. Dari sudut struktur dan tingkatannya dikenal adanya super culture yang berlaku bagi seluruh masyarakat.  Suatu super culture biasanya dapat dijabarkan dalam cultures yang mungkin didasarkan pada kekhususan daerah, golongan, etnik, dan profesi.  Dalam suatu cultur berkembang lagi kebudayaan-kebudayaan khusus yang tidak bertentangan dengan kebudayaan induk.  Hal ini, disebut sub culture. Apabila kebudayaan khusus tadi bertentangan dengan kebudayaan induk, gejala itu disebut counter culture.
Counter culture tidak selalu harus diberi arti negative, karena adanya gejala tersebut dapat dijadikan petunjuk bahwa kebudayaan induk dianggap kurang dapat menyerasikan diri dengan perkembangan kebutuhan.  Dengan tentang definisi dan tingkatan kebudayaan.
Kebudayaan setiap bangsa atau masyarakat terdiri atas unsur-unsur kecil yang merupakan bagian satu keutuhan yang tidak dapat dipisahkan.  Unsur-unsur kebudayaan dalam pandangan Malinowski adalah sebagai berikut ;
1.      System norma yang memungkinkan terjadinya kerja sama antara para anggota masyarakat dalam upaya dalam menguasai alam sekelilingnya.
2.      Organisasi ekonomi
3.      Alat-alat dan lembaga atau petugas pendidikan (keluarga merupakan lembaga pendidikan yang utama)
4.      Organisasi kekuatan (Soerjono Soekanto, 1993: 192).
Dengan istilah teknis yang berbeda tetapi sama dari segi substansi, sambil mengutip pendapat Herskovits, Selo Soemardjan dan Soelaiman Soemardi (1964: 115) mengajukan empat unsur kebudayaan, yaitu technological equipment (alat-alat teknologi), economic system (system ekonomi), family (keluarga), dan political control (kekuasaan politik).
Di samping itu, terdapat unsure-unsur kebudayaan yang bersifat universal (cultural universal), karena dapat dijumpai pada setiap kebudayaan yang ada di dunia ini.  C.Kluckhohn, seorang antropolog, telah mengurai ulasan  para sarjana mengenai hal itu yang disederhanakan menjadi tujuh.  Tujuh unsur yang dianggapnya sebagai cultural universal adalah sebagai berikut :
1.      Peralatan dan perlengkapan hidup manusia (pakaian, perumahan, alat-alat rumah tangga, senjata, alat-alat produksi dan alat-alat transportasi).
2.      Mata pencarian hidup dan system ekonomi (pertanian, perternakan, system produksi dan system distribusi).
3.      System kemasyrakatan (system kekerabatan, organisasi politik, system hukum dan system perkawinan).
4.      Bahasa ( lisan dan Tulisan )
5.      Kesenian ( seni rupa, seni suara dan seni gerak).
6.      System pengetahuan
7.      Religi (system kepercayaan) (Soerjono Soekanto, 1993: 192-3)
Culturl universal tersebut dapat dijabaran lagi kedalam unsure-unsur yang lebih kecil. Ralph Linton menyebutnya cultural actifity.  Umpamanya, cultural univerals, pencaharian hidup ekonomi, antara lain mencakup kegiatan pertanian, peternakan, system produksi dan system distribusi.  Kegiatan kebudayaan pertanian dapat menjadi unsur yang lebih kecil yag disebut trait complex.  Trait-complex budaya pertanian, misalnya, meliputi unsur irigsi, system pengolahan tanah dengan bajak, dan system hak milik atas tanah.  Trait-complex mengolah tanah dengan bajak dapat dipecah lagi kedalam unsur-unsur yng lebih kecil, misalnya hewan-hewan yang mengendalikan bajak dan teknik mengendalikan.  Bajak, hewan yang menarik bajak, dan teknik mengendalikan bajak disebut items. Items adalah unsur kebudayaan terkecil (Soerjono Soekanto, 1993: 193).
Kebudayaan mempunyai pengaruh yang sangat besar bagi manusia dan masyarakat.  Berbagai kekuatan yang dihadapi manusia seperti kekuatan alam dan kekuatan-kekuatan lainnya tidak selalu baik baginya. Hasil karya masyarakat melahirkan teknologi atau kebudayaan kebendaan yang mempunyai kegunaan utama dalam melindungi masyarakat.  Teknologi, paling sedikit,meliputi tujuh unsur, yaitu
1.      Alat-alat produksi
2.      Senjata
3.      Wadah
4.      Makanan dan minuman
5.      Pakaian dan perpisahan
6.      Tempat berlindung dan perumahan
7.      Alat-alat transportasi
Karsa masyrakat mewujudkan norma dan nilai-nilai yang sangat perlu untuk tata tertib dalam pergaulan kemasyrakatan.  Untuk mengahadapi kekuatan-kekuatan buruk, manusia terpaksa melindungi diri dengan cara menciptakan kaidah-kaidah yang pada hakikatnya merupakan petunjuk-petunjuk tentang cara bertindk dan berlaku dalam pergaulan hidup.  Manusia, bagaimanapun hidupnya, akan selalu meciptakan kebiasaan bagi dirinya sendiri. Kebiasaan peribadi adalah Habit. Habit yang biasa dilakukan teratur oleh seseorang, kemudian dijadikan dasar hubungan antara orang-orang tertentu sehingga tingkah laku dan tindakan dapat diatur  dan itu semuanya menimbulkan norma atau kaidah. Kadiah yang timbul dari masyarakat sesuai dengan kebutuhannya pada suatu saat dinamakan adat istiadat ( costum ). Adat istiadat yang mempunyai akibat hukum disebut hukum adat.
Berlakunya kaidah dalam suatu kelompok manusia bergantung pada kaidah tersebut sebagai petunjuk tentang cara-cara seseorang dalam berlaku dan bertindak. Artinya, kebudayaan berfungsi selama anggota masyarakat menerimanya sebagai petunjuk prilaku yang pantas. Ahirnya, kita telah mengetahui bahwa kebudayaan merupakan hasil karya rasa dan cita-cita masyarakat. Ia memiliki unsur-unsur, tingkatan, dan kegunaan.
B. ISLAM DAN KEBUDAYAAN ISLAMI
Apakah islam itu bagian dari hasil karya, karsa, cita-cita manusia ?
Nurcholis Majid menjelaskan hubungan agama dan budaya. Menurutnya, agama dan budaya adalah dua bidang yang dapat dibedakan, tetapi tidak dapat dipisahkan. Agama bernilai mutlak, tidak berubah karena perubahan waktu dan tempat. Sedangkan budaya, sekalipun berdasarkan agama, dapat berubah dari waktu ke waktu dari tempat ke tempat. Sebagian besar budaya didasarkan pada agama; tidak pernah terjadi sebaliknya. Oleh karena itu agama adalah primer dan budaya adalah sekunder. Budaya biasa merupakan ekspresi hidup keagamaan, karena ia subordinat terhadap agama, dan tidak pernah sebaliknya ( Nurcholis Madjid dalam Yustion dkk ). ( Dewan Redaksi, 1993 : 172-3 ).

Peran Islam dalam kehidupan manusia
Membicarakan peran pada dasarnya membicarakan fungsi atau kegunaan. Dalam kajian ilmu-ilmu social terdapat teori struktural fungsional yang konsep dasarnya diperkenalkan oleh para filosof.
Emile Durkheim (1858-1917), ahli sosiologi dari prancis, memperkenalkan masyarakat madani. Durkheim percaya bahwa norma-norma akan terancam oleh pembagian kerja yang berlebihan. Dalam pandangannya, masyarakat pra industri disebut masyarakat mekanis.  Dalam masyarakat mekanis, individu-individu menjalankan perannya masing-masing: sebagai ayah, suami, pemburu, pendeta, dan yang lainnya.  Semuanya peran atau fungsi itu diteruskan dari generasi kegenerasi dengan perubahan sekecil mungkin. 
Pengakuan dan penerimaan mereka akan Islam sebagai agama, kelak menjadikan Islam sebagai sumber dan pilar utama, system nilai yang menjadi rujukan pola pikir.  Karena, menurut M Amin Abdullah, “system nilai (value system) adalah rujukan pola pikir dan bertindak masyarakat dalam kehidupan sehari-hari, sebagai manifestasi mewujudkan kebudayaan”.[1]
Masa Depan Islam
Memperhatikan realitas perkembangan Islam di era globalisasi terlihat jelas bahwa Islam mengalami perkembangan dan kemajuan.  Berbagai indikator dapat dijadikan pegangan, diantaranya adalah semakin banyaknya jumlah rumah ibadah (masjid dan musalla), yang hampir dapat dipastikan terdapat disetiap kampung, makin banyaknya jumlah lembaga pendidikan Islam seperti madrasah dan pesantren yang tersebar di berbagai kecamatan dan desa dalam kabupaten, meningkatnya kualitas dan kuantitas da’i yang menjadi agen-agen akulturasi Islam dan budaya. Meningkatnya frekuensi aktifitas pengajian dan dakwah Islam di berbagai masjid dan musalla, dan sentral pengembangan perkembangan Islam lainnya seperti taman-taman pendidikan Al-Quran, madrasah diniyah dan sebagainya, juga dengan bertambah dan tersebarnya aliran atau tarekat dalam rangka peningkatan kehidupan beragama umat, yang dalam sejarahnya, guru-guru tarekat tersebut cukup memberi kontribusi sebagai agen-agen akulturasi Islam dan budaya.
Masa depan Islam yang cenderung pada skularisasi ini sesungguhnya telah terlihat gajala-gejalanya. Dalam menghadapi berbagai persoalan, terutama yang berkaitan dengan massalah—masalah sosial, ekonomi dan keluarga, masyarakat cenderung tidak mencari penyelesaian pada Islam dan nilai-nilai budaya, tetpai pada undang-undang hukum positif melaui peradilan konvensional.  Perkembangan yang mengarah pada skularisasi ini akan menjadikan orang-orang mengalami keterpecahan orientasi hidup.  Taat beribadah, rajin ke masjid dan aktif mengikuti dakwah, tapi dalam realitas kehidupan cenderung bersifat materialis dan skularis.  Suatu tindakan atau prilaku, sejauh tidak bertentangan atau ada larangan hukum positif, sekalipun bertentangan atau dinilai tidak baik oleh agama, tetap dipandang sebagai suatu perubahan yang diperkenankan (permisif)


[1] M. Amin Abdullah, Studi Agama…., hlm. 216

No comments:

BANGUN RUANG DAN BANGUN DATAR

BANGUN RUANG DAN BANGUN DATAR 1.       Mengelompokkan berbagai bangun ruang sederhana a.    Menyebutkan bermacam bentuk benda Bentu...