PENELITIAN
AGAMA
A. Pendahuluan
Agama merupakan
suatu keyakinan yang dianut oleh sekelompok masyarakat yang diyakini dapat
memberikan bimbingan agar menjadi pribadi yang baik, dengan member peraturan
meninggalkan semua bentuk perbuatan tercela yang dapat merugikan orang lain dan
menyebabkan dosa, serta mendekati atau melakukan perbuatan terpuji yang dapat
mendatangkan pahala. Agama yang dianut
tentunya berdasarkan penelitian-penelitian yang akurat untuk membenarkan paham
yang dianutnya. Penelitian agama
tersebut berdasarkan beberapa metode ilmiah yang lebih konkrit.
Dalam
makalah ini akan dibahas tentang beberapa hal menganai pengertian penelitian,
penelitian agama, dan model-model penelitian agama. Makalah ini ditujukan untuk memenuhi tugas
terstruktur dalam mata kuliah Metodologi Studi Islam ampuan dosen Dr. H. Jamali
Sahrodi, M.Ag.
B. Pengertian
Penelitian dan Penelitian Agama
Penelitian (research) adalah upaya sistematis dan
objektif untuk mempelajari suatu masalah dan menemukan prinsip-prinsip
umum. Selian itu, penelitian juga
berarti upaya pengumpulan informasi yang bertujuan untuk menambah
pengetahuan. Pengetahuan manusia tumbuh
dan berkembang berdasarkan kajian-kajian sehingga terdapat penemuan-penemuan,
sehingga ia siap merevisi pengetahuan-pengetahuan massa lalu melalui
penemuan-penemuan baru.[1]
Penelitian
dipandang sebagai kegiatan ilmiah karena menggunakan metode keilmuan, yakni
gabungan antara pendekatan rasional dan pendekatan empiris. Pendekatan rasional memberikan kerangka
pemikiran yang koheren dan logis.
Sedangkan pendekatan empiris merupakan kerangka pengujian dalam
memastikan kebenaran.[2] Metode ilmiah adalah usaha untuk mencari
jawaban tentang fakta-fakta dengan menggunakan kesangsian sistematis.
Kriteria metode
ilmiah menurut Moh. Nazir adalah sebagai
berikut:
1. Berdasarkan
fakta.
2. Bebas
dari prasangka.
3. Menggunakan
prinsip-prinsip analis.
4. Menggunakan
hipotesis.
5. Menggunkan
ukuran objektif.
6. Menggunakan
teknik kuantitatif.
Adapun
langkah-langkah yang ditenpuh dalam metode ilmiah adalah sebagai berikut:
1. Memilih
dan mendefinisikan masalah.
2. Survey
terhadap data yang tersedia.
3. Memformulasikan
hipotesis.
4. Membangun
kerangka analisis serta alat-alat dalam menguji hipotesis.
5. Mengumpulkan
data primer.
6. Mengolah,
menganalisis, dan membuat interpretasi.
7. Membuat
generalisasi.
8. Membuat
laporan.
Agama sebagai
objek penelitian sudah lama diperdebatkan.
Harun Nasution menunjukkan bahwa agama, karena merupakan whayu, tidak
dapat menjadi sasaran penelitian ilmu sosia, dan kalaupun dapat dilakukan, harus menggunakan
metode khusus yang berbeda dengan metode ilmu sosial. Agama yang diturunkan dan terwujud dalam
bentuk benda-benda suci atau keramat, seperti bangunan mesjid yang bernilai
historis tinggi, bangunan candi Borobudur, dan bedug Sunan yang dipamerkan dalam
Festival Istiqlal, misalnya, merupakan wilayah kajian antropologi dan
arkeologi. Dengan demikian, agama dalam
pengertian yang kedua, menurut Harun Nasution, dapat dijadikan sebagai objek
penelitian tanpa harus menggunakan metode khusus yang berbeda dengan metode
yang lain.
C.
Penelitian Agama dan Penelitian
Keagamaan
M. Atho Mudzar
(1998: 35) menginformasikan bahwa sampai sekarang, istilah penelitian agama
dengan penelitian keagamaan belum diberi batas yang tegas. Penggunaan istilah yang pertama (penelitian
agama) sering juga dimaksudkan mencakup pengertian istilah yang kedua
(penelitian keagamaan) dan begitu sebaliknya.
Salah satu contoh yang diungkap oleh M. Atho Mudzar adalah pernyataan A.
Mukti Ali, yang ketika membuka Program Latihan Penelitian Agama (PLPA),
menggunakan istilah tersebut dengan arti yang sama.
Selanjutnya,
Atho Mudzar mengutip pendapat Middleton, seorang guru besar antropologi di New
York University. Beliau berpendapat
bahwa penelitian agama (researh on
religion) berbeda dengan penelitian keagamaan (religious research). Penelitian
agama lebih mengutamakan pada materi agama, sehingga sasarannya terletak pada
tiga elemen pokok, yaitu ritus, mitos, dan magik. Sedangkan penelitian keagamaan lebih
mengutamakan pada agama sebagai sistem atau sistem keagamaan (religius system).[3] Jadi letak perbedaan antara penelitian agama
dengan penelitian keagamaan yaitu pada objek yang diteliti.
Jika dalam
penelitian agama, contohnya tentang penelitian agama Islam objek yang diteliti
antara lain adalah ilmu-ilmu dalam Islam, seperti ilmu kalam, fikih, akhlak,
dan tasawuf maka dalam penelitian keagamaan Islam objek yang diteliti yaitu
agamanya sebagai produk interaksi sosial.
Secara keseluruhan baik penelitian agama maupun penelitian keagamaan
merupakan kajian yang menjadikan agama sebagai objek penelitian. Apabila penelitian agama berkenaan dengan
pemikiran atau gagasan, maka metode-metode seperti filsafat, fisiologi adalah
pilihan yang tepat. Apabila penelitian agama
berkaitan dengan sikap perilaku agama, maka metode ilmu-ilmu sosial, seperti
sosilogi, antropologi, dan psikologimerupakan metode yang paling tepat
digunakan. Sedangkan untuk penelitian
yang berkenaan dengan benda-benda keagamaan, metode arkeologi atau
metode-metode ilmu natural yang relevan tepat digunakan.[4]
Berdasarkan saran
tersebut, maka metode penelitian yang akan kita gunakan dalam satu kegiatan
penelitian tidak harus membangun metode baru, tetapi cukup meminjam,
melanjutkan, atau mengembangkan metodologi yang sudah dibangun oleh para ahli
sebelumnya. Hal ini sesuai dengan yang
telah kita singgung pada pembahasan di atas.
D. Model-Model
Penelitian Keagamaan
Adapun model
penelitian yang dibahas di sini disesuaikan dengan perbedaan antara penelitian
agama dan penelitian hidup keagamaan.
Model-model dalam penelitian agama tersebut, antara lain:
1. Analisis
Sejarah
Sosiologi tidak
memusatkan perhatiannya pada bentuk peradaban pada tahap permulaan pada waktu
tertentu (etnografi), tetapi menerangkan realitas masa kini, realitas yang
berhubungan erat dengan kita, yang memengaruhi gagasan dan perilaku kita. Supaya kita mengerti persoalan manusia sekarang, kita harus mempelajari sejarah masa
silam. Dalam hal ini, sejarah hanya
sebagai metode analisis atas dasar pemikiran bahwa sejarah dapat menyajikan
gambaran tentang unsur-unsur yang mendukung timbulnya suatu lembaga. Pendekatan sejarah bertujuan untuk menemukan
inti karakter agama dengan meneliti sumber klasik sebelum dicampuri yang
lain. Dalam menggunakan kata historis,
sejarawan cenderung menyajikan detail dari situasi sejarah dan eksplanasi
tentang sebab akibat dari suatu kejadian.
Sedangkan sosiolog lebih tertarik pada persoalan apakah situasi sosial
tertentu diikuti oleh situasi sosial yang lain.
Sosiolog mencari pola hubungan antara kejadian sosial dan karakteristik
agama.
Berikut beberapa
pakar yang telah menggunakan analisi historis.
a) Talcott
Parson dan Bellah ketika ia menjelaskan evolusi agama.
b) Berger
dalam uraiannya tentang memudarnya agama dalam masyarakat modern.
c) Max
Weber ketika ia menjelaskan sumbangan teologi Protestan terhadap lahirnya
kapitalisme.
2. Analisis
Lintas Budaya
Dengan
membandingkan pola-pola sosial keagamaan di beberapa daerah kebudayaan,
sosiolog dapat memperoleh gambaran tentang korelasi unsur budaya tertentu atau
kondisi sosiokultural secara umum. Weber
mencoba membuktikan teorinya tentang relasi antara etika Protestan debgan
kebangkitan kapitalisme melalui kajian agama dan ekonomi di India dan Cina.
3. Eksperimen
Penelitian yang
menggunakan eksperimen agak sulit dilakukan dalam penelitian agama. Namun, dalam beberapa hal, eksperimen dapat
dilakukan dalam penelitian agama, misalnya untuk mengevaluasi perbedaan hasil
belajar dari beberapa model pendidikan agama.
Darley dan Batson melakukan eksperimen di sekolah seminari, dengan
mengukur pengaruh cerita-cerita dalam injil terhadap perilaku siswa.
4. Observasi
Partisipatif
Dengan
partisipasi dalam kelompok, peneliti dapat mengobservasi perilaku orang-orang
dalam konteks religius. Orang yang
diobservasi boleh mengetahui bahwa dirinya sedang diobservasi atau secara
diam-diam. Di antara kelebihan
penelitian ini adalah memungkinkannya pengamatan simbolik antar anggota
kelompok secara mendalam. Adapun salah satu kelemahannya adalah terbatasnya
data pada kemampuan observer.
5. Riset
Survei dan Analisis Statistik
Penelitian
survei dilakukan dengan penyusunan kuesioner, interview dengan sampel dari
suatu populasi. Sampel dapat berupa
organisasi keagamaan atau penduduk suatu kota atau desa. Prosedur penelitian ini dinilai sangat
bergunna untuk memperlihatkan korelasi dari karakteristik keagamaan tertentu
dengan sikap sosial atau atribut keagamaan tertentu.
6. Analisis
Isi
Dengan metode
ini, peneliti mencoba mencari keterangan dari tema-tema agama, baik berupa
tulisan, buku-buku khotbah, doktrin, maupun deklarasi teks, dan yang
lainnya. Umpamanya sikap kelompok
keagamaan dianalisis dari substansi ajaran kelompok tersebut.[5]
[1]
Dikutip dari George Theodorson dan Achilles G. Theodorson, A Modern Dictionary of Sociology, New York: Thomas (New York:
Thomas Y. Crowell Company, 1969), hlm. 347, oleh Ahmad Syafi’I Mufid,
“Penelitian Agama: Hakikat, Metode, dan Kegunaannya”, dalam Affandi Mochtar
(ed.), Menuju Penelitian Keagamaan dalam
Perspektif Penelitian Sosial, (Cirebon: Fak. Tarbiyah IAIN SGD, 1996),
HLM.32.
[2]
Ahmad Syafi’I Mufid dalam Affandi Mochtar (ed.), 1996: 33
[3] M.
Atho Mudzar, 1998, hlm. 35
[4]
Ahmad Syafi’i Mufid dalam Affandi Mochtar (ed.), 1996: 35
[5]
Djamari, 1993:53-9
No comments:
Post a Comment